Bicara
dan bahasa merupakan alat komunikasi. Komunikasi sendiri merupakan proses enconding (mengirim pesan dalam bentuk yang dapat dipahami) dan
proses deconding (menerima dan
memahami pesan). Komunikasi aelalu melibatkan pengiriman dan penerimaan berita,
namun tidak selalu melibatkan bahasa.
Secara
umum kelainan bicara dan bahasa adalah hambatan dalam komunikasi verbal yang
efektif, sedemikian rupa sehingga pemahaman akan bahasa yang diucapkan
berkurang. Manifestasi kelainan bicara dapat dalam bentuk-bentuk yang berbeda
seperti terlambat berbicara, pemakaian bahasa dibawah usia, keganjilan dalam
artikulasi , penggunaan bahasa yang aneh, gagap. Intonasi suara atau kualitas
suara yang lain dari biasanya, ketidakmampuan menggunakan kata-kata yang tepat,
ekspresi diri yang buruk, sedikit Berbicara.
A. BATASAN KELAINAN BICARA
DAN BAHASA
Berdasarkan kategori yang dikemukakan oleh American Speech-Language Hearing Association
( dalam halaman dan Kauffman, 2006),
kelainan bicara dapat digolongkan sebagai berikut:
1. kelainan Komunikasi,
meliputi:
a.
Kelainan bicara, yaitu
- kelainan suara
- Kelainan artikulasi
- Gangguan kelancangan
berbicara
b.
Kelainan bahasa
§ Bentuk bahasa
§ Isi bahasa
§ Fungsi bahasa
- Variasi dalam
komunikasi, meliputi: a. Perbedaan komunikasi/ dialek b. Komunikasi tambahan
(augmentative communication systems)
I. Kelainan Suara
Salah satu aspek
dari ekspresi verbal adalah kualitas suara pembicara. Bicara normal memliki
variasi dalam nada (tone), alunan dan
volume suara yang sesuai. Pada beberapa orang, pola kontrol dan variasinya
terganggu sehingga kualitas suara terlalu keras atau lembut, terlalul rendah
atau terlalu tinggi nadanya atau tampak Sstereotipi.
II. Kelainan Artikulasi
Cartwright, dan Ward, 1981 (dalam Woolfolk, 1998)
mengatakan bahwa kelainan artikulasi meliputi kesalahan-kesalahan dimana anak
mendistrosikan bunyi kata (shup untuk
sup), mensubsitusikan bunyi suatu kata dengan lainya (cenang untuk senang, menambahkan bunyi yang tidak relevan terhadap
suatu kata (ider untuk ide), atau
menghilangkan suatu bunyi pada sebuah kata ( sa-it untuk sakit). Masalah artikulasi lain yang sering terjadi
adalah Lalling, dimana bunyi r dan l didistrosikan.
Masalah-masalah dalam artikulasi adalah karakteristik
umum yang muncul dalam perkembangan bicara. Semua anak memproduksikan sewaktu
belajar bericara. Misalnya, sebagian besar anak yang berbhasa inggris baru
berhasil membunyikan semua bunyi ahasa inggris pada usia 6 sampai 8 tahun
(dalam Woolfolk, 1998). Bila masalah ini menetap esmentara usianya semakin
besar maka ini akan mengganggu, karena menghambat komunikasi yang jelas dapat
menyebabkan frustasi, baik pada pembicara maupun pendengar.
III. Gangguan Kelainan
Bicara
Masalah yang paling dikenal adalah ketidak teraturan
dalam “timing” bicara. Hal ini
biasanya disebabkan ketidak mampuan dalam mengontrol pernapasan saat berbicara.
Contoh: stuttering (gagap).
IV. Kelainan Bahasa
Sering
dikenal dengan exspressive aphasia atau severe language delay. Suatu kelainan
bahasa biasanya disebabkan oleh disfungsi susunan syaraf pusat yang menghalangi
pemahaman atau penggunaan kata-kata. Aphasia adalah suatu istilah yang
menunjukan ketidakmampuan dalam mengguanakan kata-kata. Aphasia reseptif, bila
kemampuan tersebutn menghalangi pemahaman bahasa lisan. Aphasia ekspresif bila
tidak mampu menemukan kata yang tepat untuk mengekspresiakan suatu ide atau
berkomunikasi secara verbal. Kedua tipe aphasia ini dapat terjadi pada orang
yang sama dan dapt terjadi tanpa disadari oleh orang yang bersangkutan.
Gangguan
ini bisa bersifat luas dan melibatkan gangguan:
a)
bentuk bahasa (fonologi, morfologi, sintaks)
b)
isi bahasa (semantic)
c)
fungsi bahasa dalam komunikasi (pragmatic)
B.
KARAKTERISTIK
Prevalensi
kelainan bicara dan bahasa sulit dihitung karena jenis gangguan dan jenos
kelainanya sangat bervariasi dan luas, sulit diidentifikasi, serta seringkali
tejadi sebagai bagian dari kelainan lainya (Hallahan dan Kauffman, 2006, p. 289).
Namun mereka mengestimasi bahwa sekitar 10-15% anak-anak pra sekolah dan 6 %
siswa sekolah dasar dan menengah pertama mengalami gangguan bicara, sedangkan
gangguan bahasa dialami oleh 3% anak usia pra sekolah 1% anak usia sekolah.
Doorlag dan Lewis (1991) juga mengatakan bahwa sebagian besar masalah bicara
terdeteksi pada usia dini, misalnya gangguan artikulasi umum ditemukan terjadi
pada anak-anak di usia sekolah awal. Lalu, gangguan bahasa juga
diidentifikasikan terjadi pada anak-anak yang lebih muda tetapi dapat bertahan
selama usia sekolah dasar dan menengah pertama.
Karakteristik-karakteristik
menurut Sheridan (1973, dalam. Telford dan Sawrey, 1981):
- terjadi pada
anak-anak yang lahir premature
- kemungkinan empat
kali lipat pada anak yang belum berjalan pada usia 18 bulan
- belum bisa bicara
dalam entuk kalimat pada usia 2 tahun
- memiliki gangguan
penglihatan
- sering
dikategorikan sebagai anak yang kikuk oleh gurunya
- dari segi perilaku
kurang bisa menyesuaikan diri
- sulit membaca
- banyak tejadi pada
anak laki-laki daripada perempuan
C. ETIOLOGI
Secara spesifik, dikemkakan faktor-faktor yang berkaitan
dengan kelainan bicra dan bahasa yaitu:
§ Faktor sentral:
Ø Yaitu berhubungan dengan
susunan syaraf pusat
Ø Ketidakmampuan berbahasa
yang spesifik
Ø Ketrbelakangan mental
Ø Autisme
Ø Defisit dalam hal
perhatian dan hiperaktifitas
Ø Luka otak (brain injury)
Ø Gangguan fungsi kognitif
Ø Lain-lain
§ Faktor periferal
Ø Yaitu berhubungan dengan
gangguan sensoris atau fissik
Ø Ganggaun pendengaran
Ø Gangguan penglihatan
Ø Ganggaun fisik
Ø Gangguan motorik yang
berhubungan dengan berbicara
§ Faktor lingkungan dan
emosional, dikarenakan oleh faktor lingkungan fisik dan psikologik
Ø Penelantaran dan
penganiyayaan
Ø Masalah perkembangan
perilaku dan emosi
Ø Tidak adekuat dalam
mempelajari bahasa di rumah
§ Faktor-faktor campuran,
yaitu faktor-faktor kombinasi di atas
(Nelson, 1993
dalam Hallahan Kuffman, 1994; Woolfolk, 1998)
1. Etiologi dan Kelainan Suara
Masalah kualitas suara dapat disebabkan oleh suatu
penyakit, misalnya laryngitis, dimana
suara menjadi serak; adanya tumor pada pita suara. Kelainan dalam pitch
(tinngi/rendahnya nada), yakni suara bernada terlalu tinggi atau terlalu
rendah, atau monoton, dapat disebabkan oleh konflik emosional, kebiasaan yang
salah dalam menggunakn suara atau mengunakan secara berlebihan, kondisi fisik
yang lemah dan hilang pendengaran.
2. Etiologi dari Kelainan Artikulasi
Seringkali kelainan artikulasi sulit dibedakan dengan
kelainan suara. Namun secara spesifik, kelainan suara merupakan kelainan karena
seseorang tidak mengguankan suara wicara secara semestinya/sesuai dengan aturan
standar. Sedangkan kelainan artikulasi merupakan keadaan dimana suara bahasa
doganti, dihilangkan,ditambah atau didistorsikan.
Penyebab-penyebanya:
- Kesalahan dalm
memproduksi bunyi, yang akhirnya menjadi kebiasaan
- Faktor biologis,
misalnya karena adanya luka otak atau kerusakan pada syaraf yang
mengendalikan otot bicara.
- Hasil defisiensi
dalam belajar
3.Etiologi dan Gangguan Kelancaran Bicara
Penyebab dari gagap:
- Gangguan emosi
- Kerusakan otak dan
syaraf yang menyebabkan gangguan berbcara
Masalah kelancaran ini sering teridentifikasikan pada
usia lima tahun. Dan masalah ini akan semakin parah apabila guru dan orangtua
tidak menaruh perhatian khusus. Conture (2001 dalam Hallahan dan Kauffman,
2006) juga mengatakan bahwa mereka yang dianggap lebih dari satu setengah atau
dua tahun berisiko menderita gagap kronis. Jika mereka tidak ditangani lebih
lanjut maka anaka akan mengalami ketidak mampuan berkomunikasi, mengembangkan
perasaan diri yang negatif, serta mengalami masalah dalam mengambil keempatan
kerja atau pendidikan.
4. Etiologi Kelainan Bahasa
Kelainan-kelainan yang disebabkan oleh disfungsi susunan
syaraf pusat atau kerusakan syaraf pusat, secara medis sukar diperbaiki.
Akibatnya mereka mengalami masalah dalam program pendidikan, perawatan
psikologis dan latihan bahasa. Anak dengan hambatan bahasa biasanya adalah anak
celebral palsy, anak yang aphasia dan anak yang tidak mampu atau mengalami
kesulitan dalam mengemmbangkan kemampuan konseptual untuk mengunakan bahasa
(bukan cacat mental).
Klasifikasi kelainan bahasa sebagaimana dikemukakan oleh
ASHA meliputi kelainan fonologi (suara), morfologi (bentuk kata), sintaks
(aturan struktur kalimat) semantik (arti kalimat) dan pregmatik (penggunaan
bahasa secara sosial). Berdasarkan etiologinya, kelainan bahasa dibedakan
menjadi dua suptipe, yaitu: primer dan skunder.
Kelainan bahasa primer tidak diketahui penyebabnya, sedangkan kelainan
ahasa skunder disebabkan kondisi lain, seperti retardasi mental, kerusakan
pendengaran, gangguan spekturm sutistik, atau kecelakan otak yang traumatis.
D. DAMPAK PERKEMBANGAN
Konsekuensi kelainan bicara menyangkut tuntutan sosial
dan pendidikan yang dihadapi anak. Kelainan artikulasi mungkin tidak
menimbulkan konsekuensi yang negatif, sebaliknya kelainan bahasa akan
mempengaruhi setiap aspek perkemangan dan mempengaruhi pendidikan, emosi dan
hubungan interpersonalnya. Dalam mengamati konsekuensinya kelainan bicara,
tampak bahwa tiptipe tertentu dari kelainan bicara, terlepas dari derajat
beratnya, mempunyai efek yang lebih besar terhadap perkembangan. Sebagai contoh
kelainan bahasa yang sedang mempunyai efek yang lebih serius terhadap
perkembangan pendidikan dari pada kelainan artikulasinya atau kelancaran bicara
yang tergolong berat.
Konsekuensi perkembangan kelainan bicara menyangkut:
1. Kemampuan konseptual dan
prestasi pendidikan
Keterlambatan perkembangan bahasa dan aphasia ekspresif
akan mempengaruhi perkembangan pendidikan dan kognitif, karena perkembangan
pendidikan dan kognitif sangat tergantung pada pemahaman dan pengguana bahasa.
Hal ini akan mempengaruhi lagi kemampuan verbal dan ninverbalnya. Sebaliknya
kelainan artilkulasi, kelancaran suara dan ’timing’
tidak menunjukan efek uruk pada
perkembangan pendidikan dan kognitif.
2. Faktor personal dan
sosial
Kelainan artikulasi, ’timing’ dan suara menyebabkan konsekuensi negatif dalam relasi
interpersonal dan perkembangan konsep diri pada anak. Pandangan ekspresi,
ketidakpahaman orang lain ketika erkomunikasi, dapat menyeabkan rasa rendh
diri, merasa terisolasi, tidak berani berbicara di depan umum dan bisa menimbulkan
kecemasan tersendiri bagi abak tunawicara ini.
E. INTERVENSI
Mebantu anak seperti ini tidak dapat menjadi tanggung
jawab satu idang saja, melainkan intervensinya haruslah kerja sama dengan guru
kelas, ahli patologi bicara, serta orangtua. Ashman dan Elkins (1998) mengunakn
beberapa prinsip umum penting dalam intervensi komunikasi yaitu,:
§ Komunikasi merupakan
aktifitas interaktif
§ Kemampuan komunikasi
seharusnya dipelajari dan dilatihkan dalm konteks sekolah dan rumah.
§ Ahli klinis harus
mampu berperan secara fleksibel, dan meneruskan kemampuan serta
informasi-informasi yang relevan kepada orangtua,guru, dan klien sendiri.
§ Anak yang sebaliknya
mendapatkan intervensi adalah mereka yang menunjukan jarak usia antara
kronologis atau mental dengan kemampuan komunikasinya.
§ Semua orang yang
terlibat dengan klien harus bicara bersama untuk mengembangkan sebuah program
yang terkoordinasi.
§ Tuuan intervensi
dibuat berdasarkan perkemangan normal atau kebutuhan komunikasi yang terlihat.
Apabila memilih dasar yang kedua, harus memiliki pemahaman tentang sifat alami
komunikasi dan perkembangan normalnya, serta alasan yang bagus mengapa tidak
mengkuti urutan perkembangan normal.
§ Anak belajar melalui observasi
dan melakkan langsung. Maka, intervensi perlu menggunakan kombinasi social learning dan operant learning. Anak harus dilihat sebagai pelajar aktif yang
perlu mengobservasi lingkunan kemampuan target yang kaya, dimana motivasi belajar sangat penting.
§ Tujuan intervensi
sebaiknya lebih banyak ke produktifitas daripada maestry (penguasaan).
Kelainan-kelainan dalam gangguan komunikasi
berbeda-beda sifat maupun penyebabnya. Namun, perlu untuk diingat ahwa beberapa
hal yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Secara Modis
Perawatan kelainan bicara selain dilakukan oleh seorang speech pathologist juga dilakukan oleh
seorang ahli THT. Penanganan medis penting dalam perawatan kelainan bicara yang
disebabkan kerusakan saluran pernafasan, otot wajah dan mulut. Misalnya pada
kasus anak yang mengalami cleft palate,
maka upaya operasi perlu dilakukan sedini mungkin, sehingga mungkinkan anak
untuk belajar bahasa secara tepat.
2. Secara Psikologis
Adanya kelainan bicara dapat menyebabkan problem
penyesuaian diri. Intervensi secara psikologis lebih banyak digunakan untuk
menolong anak-anak gagap dan anak-anak dengan kelainan bahasa. Intervensi
secara psikologis ini tampak kurang efektif pada kelainan bahasa dibandingkan
pada kasus gagap.
3. Dalam Pendidikan
Pada beberapa kasus, usaha intensif dilakukan dengan
mengajarkan anak bunyi-bunyi spesifik dan kemudian melalui pengulangan
membentuk kata yang dihubungkan dengan objek stimulus tertentu. Walaupun
demikian anak dengan kelainan bahasa yang berat mungkin hanya sedikit
menunjukkan kemampuannya.
Keluarga perlu banyak menyediakan kegiatan bermain yang
memungkinkan anak menggunakan verbalisasi. Orangtua, dalam hal ini paling
berperan untuk mengajarkan anak untuk menguasai bahasa. Sedangkan pada masa
prasekolah, guru bisa mengajarkan anak keterampilan bercakap- misalnya belajar
mencetitakan pengalaman dan mensceritakan mengapa sesuatu terjadi. Coba awali
dengan membicarakan hal-hal yang diminati anak, jangan terlalu banyak bertanya,
jadikan anak sebagai pemimpin, dan tanggapi setiap pendapat anak. Kemudian
dorong anak untuk bertanya, jangan terlalu cepat menilai apalagi menganggap
lucu bahasa anak, gunakan nada dan suara yang menyenangkan. Lalu berikan waktu
yang cukup utuk merespon, jangan menginterpretasi ia bicara.
Jadi, keteampilan yang dikembangkan bukan hanya menambah
perbendaharaan kata. Guru seagai tokoh panutan juga harus menggunakan ahasa
yang pantas untuk ditiru, misalnya dengan cara informatif, reflektif menawarkan
pemecahan dalam berespons terhadap siswa (dalam Hallahan dan Kaufman,2006).
Apabila anak tampak bermasalah, maka guru harus
bekerjasama dengan speech language
pathologist dalam lingkungan alamiah anak, sehingga anak belajar dari
lingkunganya secara tepat dan terarah.
Pendidikan Inklusif
Pendidikan bagi anak kebutuhan khusus selama ini
difasilitas dalam tiga macam lembaga, yaitu sekolah khusus (SLB), Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB), dan pendidikan terpadu. SLB menampung anak, dengan jenis
kelamin yang sama, Sedangkan SDLB menampung anak dengan jenis kelamin yang
berbeda-beda. Pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak
berkelainan dengan kurikulum, guru, sarana, dan kegiatan belajar mengajar yang
sama .