Kamis, 01 Desember 2011

Anak Tunawicara


 Bicara dan bahasa merupakan alat komunikasi. Komunikasi sendiri merupakan proses enconding (mengirim  pesan dalam bentuk yang dapat dipahami) dan proses deconding (menerima dan memahami pesan). Komunikasi aelalu melibatkan pengiriman dan penerimaan berita, namun tidak selalu melibatkan bahasa. 

Secara umum kelainan bicara dan bahasa adalah hambatan dalam komunikasi verbal yang efektif, sedemikian rupa sehingga pemahaman akan bahasa yang diucapkan berkurang. Manifestasi kelainan bicara dapat dalam bentuk-bentuk yang berbeda seperti terlambat berbicara, pemakaian bahasa dibawah usia, keganjilan dalam artikulasi , penggunaan bahasa yang aneh, gagap. Intonasi suara atau kualitas suara yang lain dari biasanya, ketidakmampuan menggunakan kata-kata yang tepat, ekspresi diri yang buruk, sedikit Berbicara.

A. BATASAN KELAINAN BICARA DAN BAHASA 

Berdasarkan kategori yang dikemukakan oleh American Speech-Language Hearing Association  ( dalam halaman dan Kauffman, 2006), kelainan bicara dapat digolongkan sebagai berikut:

1. kelainan Komunikasi, meliputi:
a.       Kelainan bicara, yaitu
  • kelainan suara
  • Kelainan artikulasi
  • Gangguan kelancangan berbicara
b.      Kelainan bahasa
§  Bentuk bahasa
§  Isi bahasa
§  Fungsi bahasa

  1. Variasi dalam komunikasi, meliputi: a. Perbedaan komunikasi/ dialek b. Komunikasi tambahan (augmentative communication systems)
I. Kelainan Suara
 Salah satu aspek dari ekspresi verbal adalah kualitas suara pembicara. Bicara normal memliki variasi dalam nada (tone), alunan dan volume suara yang sesuai. Pada beberapa orang, pola kontrol dan variasinya terganggu sehingga kualitas suara terlalu keras atau lembut, terlalul rendah atau terlalu tinggi nadanya atau tampak Sstereotipi.

II. Kelainan Artikulasi
Cartwright, dan Ward, 1981 (dalam Woolfolk, 1998) mengatakan bahwa kelainan artikulasi meliputi kesalahan-kesalahan dimana anak mendistrosikan bunyi kata (shup untuk sup), mensubsitusikan bunyi suatu kata dengan lainya (cenang untuk senang, menambahkan bunyi yang tidak relevan terhadap suatu kata (ider untuk ide), atau menghilangkan suatu bunyi pada sebuah kata ( sa-it untuk sakit). Masalah artikulasi lain yang sering terjadi adalah Lalling, dimana bunyi r dan l didistrosikan.

Masalah-masalah dalam artikulasi adalah karakteristik umum yang muncul dalam perkembangan bicara. Semua anak memproduksikan sewaktu belajar bericara. Misalnya, sebagian besar anak yang berbhasa inggris baru berhasil membunyikan semua bunyi ahasa inggris pada usia 6 sampai 8 tahun (dalam Woolfolk, 1998). Bila masalah ini menetap esmentara usianya semakin besar maka ini akan mengganggu, karena menghambat komunikasi yang jelas dapat menyebabkan frustasi, baik pada pembicara maupun pendengar.

III. Gangguan Kelainan Bicara
Masalah yang paling dikenal adalah ketidak teraturan dalam “timing” bicara. Hal ini biasanya disebabkan ketidak mampuan dalam mengontrol pernapasan saat berbicara. Contoh: stuttering (gagap). 

IV. Kelainan Bahasa
Sering dikenal dengan exspressive aphasia atau severe language delay. Suatu kelainan bahasa biasanya disebabkan oleh disfungsi susunan syaraf pusat yang menghalangi pemahaman atau penggunaan kata-kata. Aphasia adalah suatu istilah yang menunjukan ketidakmampuan dalam mengguanakan kata-kata. Aphasia reseptif, bila kemampuan tersebutn menghalangi pemahaman bahasa lisan. Aphasia ekspresif bila tidak mampu menemukan kata yang tepat untuk mengekspresiakan suatu ide atau berkomunikasi secara verbal. Kedua tipe aphasia ini dapat terjadi pada orang yang sama dan dapt terjadi tanpa disadari oleh orang yang bersangkutan.

Gangguan ini bisa bersifat luas dan melibatkan gangguan:
a)      bentuk bahasa (fonologi, morfologi, sintaks)
b)      isi bahasa (semantic)
c)      fungsi bahasa dalam komunikasi (pragmatic)

 B. KARAKTERISTIK

Prevalensi kelainan bicara dan bahasa sulit dihitung karena jenis gangguan dan jenos kelainanya sangat bervariasi dan luas, sulit diidentifikasi, serta seringkali tejadi sebagai bagian dari kelainan lainya (Hallahan dan Kauffman, 2006, p. 289). Namun mereka mengestimasi bahwa sekitar 10-15% anak-anak pra sekolah dan 6 % siswa sekolah dasar dan menengah pertama mengalami gangguan bicara, sedangkan gangguan bahasa dialami oleh 3% anak usia pra sekolah 1% anak usia sekolah. Doorlag dan Lewis (1991) juga mengatakan bahwa sebagian besar masalah bicara terdeteksi pada usia dini, misalnya gangguan artikulasi umum ditemukan terjadi pada anak-anak di usia sekolah awal. Lalu, gangguan bahasa juga diidentifikasikan terjadi pada anak-anak yang lebih muda tetapi dapat bertahan selama usia sekolah dasar dan menengah pertama.

Karakteristik-karakteristik menurut Sheridan (1973, dalam. Telford dan Sawrey, 1981): 
  • terjadi pada anak-anak yang lahir premature
  • kemungkinan empat kali lipat pada anak yang belum berjalan pada usia 18 bulan
  • belum bisa bicara dalam entuk kalimat pada usia 2 tahun
  • memiliki gangguan penglihatan
  • sering dikategorikan sebagai anak yang kikuk oleh gurunya
  • dari segi perilaku kurang bisa menyesuaikan diri
  • sulit membaca
  • banyak tejadi pada anak laki-laki daripada perempuan
C. ETIOLOGI
Secara spesifik, dikemkakan faktor-faktor yang berkaitan dengan kelainan bicra dan bahasa yaitu:

§ Faktor sentral:
Ø  Yaitu berhubungan dengan susunan syaraf pusat
Ø  Ketidakmampuan berbahasa yang spesifik
Ø  Ketrbelakangan mental
Ø  Autisme
Ø  Defisit dalam hal perhatian dan hiperaktifitas
Ø  Luka otak (brain injury)
Ø  Gangguan fungsi kognitif
Ø  Lain-lain

§ Faktor periferal
Ø  Yaitu berhubungan dengan gangguan sensoris atau fissik
Ø  Ganggaun pendengaran
Ø  Gangguan penglihatan
Ø  Ganggaun fisik
Ø  Gangguan motorik yang berhubungan dengan berbicara

§ Faktor lingkungan dan emosional, dikarenakan oleh faktor lingkungan fisik dan psikologik
Ø  Penelantaran dan penganiyayaan
Ø  Masalah perkembangan perilaku dan emosi
Ø  Tidak adekuat dalam mempelajari bahasa di rumah

§ Faktor-faktor campuran, yaitu faktor-faktor kombinasi di atas
 (Nelson, 1993 dalam Hallahan Kuffman, 1994; Woolfolk, 1998)

1. Etiologi dan Kelainan Suara
Masalah kualitas suara dapat disebabkan oleh suatu penyakit, misalnya laryngitis, dimana suara menjadi serak; adanya tumor pada pita suara. Kelainan dalam pitch (tinngi/rendahnya nada), yakni suara bernada terlalu tinggi atau terlalu rendah, atau monoton, dapat disebabkan oleh konflik emosional, kebiasaan yang salah dalam menggunakn suara atau mengunakan secara berlebihan, kondisi fisik yang lemah dan hilang pendengaran.

2. Etiologi dari Kelainan Artikulasi
Seringkali kelainan artikulasi sulit dibedakan dengan kelainan suara. Namun secara spesifik, kelainan suara merupakan kelainan karena seseorang tidak mengguankan suara wicara secara semestinya/sesuai dengan aturan standar. Sedangkan kelainan artikulasi merupakan keadaan dimana suara bahasa doganti, dihilangkan,ditambah atau didistorsikan.

Penyebab-penyebanya:
  • Kesalahan dalm memproduksi bunyi, yang akhirnya menjadi kebiasaan
  • Faktor biologis, misalnya karena adanya luka otak atau kerusakan pada syaraf yang mengendalikan otot bicara.
  • Hasil defisiensi dalam belajar
3.Etiologi dan Gangguan Kelancaran Bicara
Penyebab dari gagap:
  • Gangguan emosi
  • Kerusakan otak dan syaraf yang menyebabkan gangguan berbcara
Masalah kelancaran ini sering teridentifikasikan pada usia lima tahun. Dan masalah ini akan semakin parah apabila guru dan orangtua tidak menaruh perhatian khusus. Conture (2001 dalam Hallahan dan Kauffman, 2006) juga mengatakan bahwa mereka yang dianggap lebih dari satu setengah atau dua tahun berisiko menderita gagap kronis. Jika mereka tidak ditangani lebih lanjut maka anaka akan mengalami ketidak mampuan berkomunikasi, mengembangkan perasaan diri yang negatif, serta mengalami masalah dalam mengambil keempatan kerja atau pendidikan.

4. Etiologi Kelainan Bahasa
Kelainan-kelainan yang disebabkan oleh disfungsi susunan syaraf pusat atau kerusakan syaraf pusat, secara medis sukar diperbaiki. Akibatnya mereka mengalami masalah dalam program pendidikan, perawatan psikologis dan latihan bahasa. Anak dengan hambatan bahasa biasanya adalah anak celebral palsy, anak yang aphasia dan anak yang tidak mampu atau mengalami kesulitan dalam mengemmbangkan kemampuan konseptual untuk mengunakan bahasa (bukan cacat mental).

Klasifikasi kelainan bahasa sebagaimana dikemukakan oleh ASHA meliputi kelainan fonologi (suara), morfologi (bentuk kata), sintaks (aturan struktur kalimat) semantik (arti kalimat) dan pregmatik (penggunaan bahasa secara sosial). Berdasarkan etiologinya, kelainan bahasa dibedakan menjadi dua suptipe, yaitu: primer dan skunder.  Kelainan bahasa primer tidak diketahui penyebabnya, sedangkan kelainan ahasa skunder disebabkan kondisi lain, seperti retardasi mental, kerusakan pendengaran, gangguan spekturm sutistik, atau kecelakan otak yang traumatis.

D. DAMPAK PERKEMBANGAN
Konsekuensi kelainan bicara menyangkut tuntutan sosial dan pendidikan yang dihadapi anak. Kelainan artikulasi mungkin tidak menimbulkan konsekuensi yang negatif, sebaliknya kelainan bahasa akan mempengaruhi setiap aspek perkemangan dan mempengaruhi pendidikan, emosi dan hubungan interpersonalnya. Dalam mengamati konsekuensinya kelainan bicara, tampak bahwa tiptipe tertentu dari kelainan bicara, terlepas dari derajat beratnya, mempunyai efek yang lebih besar terhadap perkembangan. Sebagai contoh kelainan bahasa yang sedang mempunyai efek yang lebih serius terhadap perkembangan pendidikan dari pada kelainan artikulasinya atau kelancaran bicara yang tergolong berat.
Konsekuensi perkembangan kelainan bicara menyangkut:

1. Kemampuan konseptual dan prestasi pendidikan
Keterlambatan perkembangan bahasa dan aphasia ekspresif akan mempengaruhi perkembangan pendidikan dan kognitif, karena perkembangan pendidikan dan kognitif sangat tergantung pada pemahaman dan pengguana bahasa. Hal ini akan mempengaruhi lagi kemampuan verbal dan ninverbalnya. Sebaliknya kelainan artilkulasi, kelancaran suara dan ’timing’  tidak menunjukan efek uruk pada perkembangan pendidikan dan kognitif.

2. Faktor personal dan sosial
Kelainan artikulasi, ’timing’ dan suara menyebabkan konsekuensi negatif dalam relasi interpersonal dan perkembangan konsep diri pada anak. Pandangan ekspresi, ketidakpahaman orang lain ketika erkomunikasi, dapat menyeabkan rasa rendh diri, merasa terisolasi, tidak berani berbicara di depan umum dan bisa menimbulkan kecemasan tersendiri bagi abak tunawicara ini.

E. INTERVENSI
Mebantu anak seperti ini tidak dapat menjadi tanggung jawab satu idang saja, melainkan intervensinya haruslah kerja sama dengan guru kelas, ahli patologi bicara, serta orangtua. Ashman dan Elkins (1998) mengunakn beberapa prinsip umum penting dalam intervensi komunikasi yaitu,:
§ Komunikasi merupakan aktifitas interaktif
§ Kemampuan komunikasi seharusnya dipelajari dan dilatihkan dalm konteks sekolah dan rumah.
§ Ahli klinis harus mampu berperan secara fleksibel, dan meneruskan kemampuan serta informasi-informasi yang relevan kepada orangtua,guru, dan klien sendiri.
§ Anak yang sebaliknya mendapatkan intervensi adalah mereka yang menunjukan jarak usia antara kronologis atau mental dengan kemampuan komunikasinya.
§ Semua orang yang terlibat dengan klien harus bicara bersama untuk mengembangkan sebuah program yang terkoordinasi.
§ Tuuan intervensi dibuat berdasarkan perkemangan normal atau kebutuhan komunikasi yang terlihat. Apabila memilih dasar yang kedua, harus memiliki pemahaman tentang sifat alami komunikasi dan perkembangan normalnya, serta alasan yang bagus mengapa tidak mengkuti urutan perkembangan normal.
§ Anak belajar melalui observasi dan melakkan langsung. Maka, intervensi perlu menggunakan kombinasi social learning dan operant learning. Anak harus dilihat sebagai pelajar aktif yang perlu mengobservasi lingkunan kemampuan target yang kaya,  dimana motivasi belajar sangat penting.
§ Tujuan intervensi sebaiknya lebih banyak ke produktifitas daripada maestry (penguasaan).
Kelainan-kelainan dalam gangguan komunikasi berbeda-beda sifat maupun penyebabnya. Namun, perlu untuk diingat ahwa beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Secara Modis
Perawatan kelainan bicara selain dilakukan oleh seorang speech pathologist juga dilakukan oleh seorang ahli THT. Penanganan medis penting dalam perawatan kelainan bicara yang disebabkan kerusakan saluran pernafasan, otot wajah dan mulut. Misalnya pada kasus anak yang mengalami cleft palate, maka upaya operasi perlu dilakukan sedini mungkin, sehingga mungkinkan anak untuk belajar bahasa secara tepat.

2. Secara Psikologis
Adanya kelainan bicara dapat menyebabkan problem penyesuaian diri. Intervensi secara psikologis lebih banyak digunakan untuk menolong anak-anak gagap dan anak-anak dengan kelainan bahasa. Intervensi secara psikologis ini tampak kurang efektif pada kelainan bahasa dibandingkan pada kasus gagap.

3. Dalam Pendidikan
Pada beberapa kasus, usaha intensif dilakukan dengan mengajarkan anak bunyi-bunyi spesifik dan kemudian melalui pengulangan membentuk kata yang dihubungkan dengan objek stimulus tertentu. Walaupun demikian anak dengan kelainan bahasa yang berat mungkin hanya sedikit menunjukkan kemampuannya.

Keluarga perlu banyak menyediakan kegiatan bermain yang memungkinkan anak menggunakan verbalisasi. Orangtua, dalam hal ini paling berperan untuk mengajarkan anak untuk menguasai bahasa. Sedangkan pada masa prasekolah, guru bisa mengajarkan anak keterampilan bercakap- misalnya belajar mencetitakan pengalaman dan mensceritakan mengapa sesuatu terjadi. Coba awali dengan membicarakan hal-hal yang diminati anak, jangan terlalu banyak bertanya, jadikan anak sebagai pemimpin, dan tanggapi setiap pendapat anak. Kemudian dorong anak untuk bertanya, jangan terlalu cepat menilai apalagi menganggap lucu bahasa anak, gunakan nada dan suara yang menyenangkan. Lalu berikan waktu yang cukup utuk merespon, jangan menginterpretasi ia bicara.

Jadi, keteampilan yang dikembangkan bukan hanya menambah perbendaharaan kata. Guru seagai tokoh panutan juga harus menggunakan ahasa yang pantas untuk ditiru, misalnya dengan cara informatif, reflektif menawarkan pemecahan dalam berespons terhadap siswa (dalam Hallahan dan Kaufman,2006).

Apabila anak tampak bermasalah, maka guru harus bekerjasama dengan speech language pathologist dalam lingkungan alamiah anak, sehingga anak belajar dari lingkunganya secara tepat dan terarah.

Pendidikan Inklusif
Pendidikan bagi anak kebutuhan khusus selama ini difasilitas dalam tiga macam lembaga, yaitu sekolah khusus (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan pendidikan terpadu. SLB menampung anak, dengan jenis kelamin yang sama, Sedangkan SDLB menampung anak dengan jenis kelamin yang berbeda-beda. Pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak berkelainan dengan kurikulum, guru, sarana, dan kegiatan belajar mengajar yang sama .

2 komentar: